Sabtu, 18 Oktober 2008

Aku ingin jadi Laut



"Saat itulah, saya melihat laut di sana. Ya, laut Utara. Duduk diam berpegangan pada langit. Begitu tenangnya. Begitu menakjubkannya. Dengan segala rendah hati, langit berbagi biru padanya, lalu jatuh cinta. Lalu mereka saling diam, menyimpan perasaan dengan bijaksana untuk sebuah keindahan. Ya, di sana saya tahu, saya tahu mengapa langit selalu jatuh cinta pada laut. Karena hanya laut yang memahami birunya langit. Hanya laut yang tetap berada di sana meski mendung, hujan, angin berusaha menjaraki mereka. Bukankah hanya laut yang tetap menyimpan biru, meski langit sedang abu-abu?"
taken from this:)

,dan tiba-tiba saja...aku ingin jadi laut.
Laut yang dicintai langit.

Aku Hari Ini



"sesekali, berdirilah di tempat aku berdiri--di tempat aku melihat--di tempat aku mendengar"
kutipan dari sini

Kalimat itu, andai saja aku bisa mengatakannya padanya. Andai saja bisa. Aku begitu rapuh, hingga tidak ada yang bisa aku lakukan.
Saat hati dibakar api cemburu, aku hanya mampu meredamnya sendirian, menenggelamkan diri dalam tajamnya dingin yang bersekongkol dengan segala fikiran-tak-karuan tentangmu.
Aku sungguh tidak meragukanmu. Sama sekali tidak.
Hanya saja, rasa takut begitu menguasaiku. Akan sebuah rasa yang dulu sekali pernah aku cicipi pahitnya hingga aku tidak mau lagi, sungguh, rasakan kembali--Kehilangan.
Maka, sesekali cobalah berdiri di tempat aku berdiri, sayang. Rasakan apa yang aku rasa.
Rasakan takut itu.
Rasakan semua ketidakberdayaanku juga,
untuk bisa bertemu denganmu.

...kang,


kang...,
masih merangkai setiakah?

diantara kerlipan sinaran gemintang itu
akankah sinarku kan tetap lebih terang buatmu?

kang...,
asal kau tahu saja,
aku tak ingin menyetia sendirian
tetap temani aku, ya
untuk setia :)

Rabu, 15 Oktober 2008

Jika aku boleh menganalogikan

Ada seorang laki-laki yang aku kenal begitu dekat, dan dia, menurutku, tidak mengerti sama sekali tentang perempuan. Memang, dia begitu hati-hati memperlakukan kami, perempuan, tapi saat harus berurusan hati dengan perempuan dia bisa ketar-ketir tanpa dia sadari sendiri.

Begini, aku beritahu kalian, laki-laki, sedikit saja tentang perempuan:
Jika aku harus menganalogikan kaum perempuan dengan makhluk lain, maka aku akan menganalogikannya dengan kucing.
Seekor kucing akan jadi ketagihan saat ada seseorang yang memberinya makan. Dia akan mengikuti kemana pun si pemberi makan itu pergi. Karena bagi kucing itu, si pemberi makan adalah kehidupan buat dia.
Maksudku disini, kalau tidak serius berurusan hati dengan kami, perempuan, maka jangan memberi harapan apapun, karena kami akan berharap lebih dari yang kalian, laki-laki, kira.
Kemudian, jika aku menganalogikannya lagi, maka aku akan katakan bahwa perempuan itu laksana sayap kupu-kupu. Indah dan rapuh. Coba saja kalian pegang sayapnya, jika tidak memegangnya dengan hati-hati, warna-warni cantik sayap kupu-kupu itu akan tercacati oleh tangan-tangan kasar kalian.

Selebihnya, jika kalian kebingungan menghadapi kami, jawabanku cuma satu:
Kami sendiripun kadang tidak tahu dengan apa yang kami lakuan:p

Selasa, 14 Oktober 2008

Pegangi aku

Pegangi aku Allah...
Pegangi aku...
Karena aku tak mau lagi,
sungguh tak mau lagi terjatuhkan di dasar lorong yang sama.

Pegangi aku Allah....
Pegangi....
Karena imanku sedang tergoyahkan kini.


Tolong pegangi aku Ya Allah Gusti nu Agung...

Minggu, 12 Oktober 2008

NIJI


Hari ini,
aku mencoba melukis pelangi diantara bauran putih-biru langit Bandung yang belakangan muram dibalut awan kelabu,
dan aku temukan satu pertanyaan,

"Apakah lengkungan jalan warna-warni itu bisa membawaku ke tempatmu, sayang?"

Selasa, 07 Oktober 2008

BULIR


Adakah kau temukan bulir embun pagi di tempatmu?
lihatlah lebih dalam,
ada aku dalam bulatan kecil kaca air itu,
ada aku sedang meniti helai demi helai rindu yang terkumpul lama semenjak kau jauh,
melalui bulir itu,
bulir air mataku,
aku ungkapkan rasa rinduku padamu.




Rasa ini, rasa yang menyesakkan. Tahu kah kau? ... Menyesakkan.

Minggu, 05 Oktober 2008

Waiting in Vain


Saat rindu mengontaminasi hati,
kenapa waktu berjalan begitu lambat?

Aku kini, lalui semua sisa waktu ini, masih sendiri.
Sama saja buatku.
Aku menanti.
Waktu berlalu.
Dan, aku masih menanti. Walau waktu pun berlalu.

Berlalulah waktu... Berlalulah...
Agar tak sia-sia penantianku.
Berlalulah dengan cepat...
Agar rindu ini tak semakin akut menjalari hatiku.
Berlalulah waktu...
Berlalulah...
Agar aku bisa segera temui waktu saat ku bertemu kekasihku.


Aku berharap waktu tidak berhenti berlalu, karena jika begitu, I would wait in vain then.

Mencari Celah


Riuh suara dedaunan bergesekan tersenggol hembusan angin. Dinginnya nyata menusuki kulitku sore ini. Aku bergidik mengusap-usap pangkal lenganku dan merungkut menenggelamkan wajahku semakin dalam diantara lutut yang gemetar.
Aku sendirian di sore yang berangin ini. Mengharapkan sesuatu. Seseorang.

Sore pun berlalu, matahari bergegas pulang menggiring serta harapanku kedalam gelap.

Gelap?? Harapan?? Menjadi Gelap??
Gelapkah?
Aku tidak tahu. Mungkin saja harapan itu memang menjadi gelap saat aku ingin lelap dalam senyap yang pengap dan terlupa. Sejenak terlupa akan semua harapan. Maka ku gelapkan saja.
Dan saat mentari merangkak pelan dari ufuk timur keesokan harinya, mungkin aku kan dapati kembali harapan yang cerah dan hangat, menyapaku dengan tatapan semangat yang berartikan bahwa "harapanku adalah hidupku, teruslah berharap walau hanya ada sedikit celah"

Lalu dimanakah celah itu berada?
Benarkah harapan itu adalah hidupku? Benarkah aku harus terus berharap?
Sesungguhnya hidup ini memang penuh dengan ketidakpastian.

Sabtu, 04 Oktober 2008

Am I sailing alone?



I've been thinking for months just to find the answer.
Am I sailing alone in this journey?
Then where are you?
Why do you let me alone?

Sepanjang Jalan Bergaris

Ada cerita di setiap garis melintang itu..., tapi itu dulu, dulu sekali ketika cinta masih berada dijalurnya, saat cinta belum berbaur dengan amarah.

dia,
membuatku benar-benar menyesali semua waktu yang aku habiskan bersamanya.
Membuatku membenci sebagian diriku.
Membuatku sesak dengan setiap kilasan adegan dalam memori yang begitu ingin aku lupakan.
Dia, begitu ingin aku benci, tapi aku tak kuasa membencinya, aku tak kuasa membenci siapapun, karena aku tak bisa, tak terbiasa.


Aku jatuh cinta padanya, dulu sekali, dan dia membuatku jatuh karena mencintainya. Jatuh terlalu dalam.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...